1. Pengertian dan Definisi Puisi
Menurut Kamus Istilah Sastra (Sudjiman, 1984), puisi
merupakan ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta
penyusunan larik dan bait.
Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah
kata-kata yang terindah dalam susunan terindah. Penyair memilih kata-kata yang
setepatnya dan disusun secara sebaik-baiknya, misalnya seimbang, simetris,
antara satu unsur dengan unsur lain sangat erat berhubungannya, dan sebagainya.
Carlyle mengatakan bahwa puisi merupakan pemikiran
yang bersifat musikal. Penyair menciptakan puisi itu memikirkan bunyi-bunyi
yang merdu seperti musik dalam puisinya, kata-kata disusun begitu rupa hingga
yang menonjol adalah rangkaian bunyinya yang merdu seperti musik, yaitu dengan
mempergunakan orkestra bunyi.
Wordsworth mempunyai gagasan bahwa puisi adalah pernyataan
perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan atau diangankan. Adapun
Auden mengemukakan bahwa puisi itu lebih merupakan pernyataan perasaan yang
bercampur-baur.
Dunton berpendapat bahwa sebenarnya puisi itu
merupakan pemikiran manusia secara konkret dan artistik dalam bahasa emosional
serta berirama. Misalnya, dengan kiasan, dengan citra-citra, dan disusun secara
artistik (misalnya selaras, simetris, pemilihan kata-katanya tepat, dan
sebagainya), dan bahasanya penuh perasaan, serta berirama seperti musik
(pergantian bunyi kata-katanya berturu-turut secara teratur).
Shelley mengemukakan bahwa puisi adalah rekaman
detik-detik yang paling indah dalam hidup. Misalnya saja peristiwa-peristiwa
yang sangat mengesankan dan menimbulkan keharuan yang kuat seperti kebahagiaan,
kegembiraan yang memuncak, percintaan, bahkan kesedihan karena kematian orang
yang sangat dicintai. Semuanya merupakan detik-detik yang paling indah untuk
direkam.
Dari definisi-definisi di atas memang seolah terdapat
perbedaan pemikiran, namun tetap terdapat benang merah. Shahnon Ahmad (dalam
Pradopo, 1993:7) menyimpulkan bahwa pengertian puisi di atas terdapat
garis-garis besar tentang puisi itu sebenarnya. Unsur-unsur itu berupa emosi,
imajinas, pemikiran, ide, nada, irama, kesan pancaindera, susunan kata, kata
kiasan, kepadatan, dan perasaan yang bercampur-baur.
2. Unsur-Unsur Puisi
Secara sederhana, batang tubuh puisi terbentuk dari
beberapa unsur, yaitu kata, larik , bait, bunyi, dan makna. Kelima unsur ini
saling mempengaruhi keutuhan sebuah puisi. Secara singkat bisa diuraikan
sebagai berikut.
Kata adalah unsur utama terbentuknya sebuah puisi.
Pemilihan kata (diksi) yang tepat sangat menentukan kesatuan dan keutuhan
unsur-unsur yang lain. Kata-kata yang dipilih diformulasi menjadi sebuah larik.
Larik (atau baris) mempunyai pengertian berbeda dengan
kalimat dalam prosa. Larik bisa berupa satu kata saja, bisa frase, bisa pula
seperti sebuah kalimat. Pada puisi lama, jumlah kata dalam sebuah larik
biasanya empat buat, tapi pada puisi baru tak ada batasan.
Bait merupakan kumpulan larik yang tersusun harmonis.
Pada bait inilah biasanya ada kesatuan makna. Pada puisi lama, jumlah larik
dalam sebuah bait biasanya empat buah, tetapi pada puisi baru tidak dibatasi.
Bunyi dibentuk oleh rima dan irama. Rima (persajakan)
adalah bunyi-bunyi yang ditimbulkan oleh huruf atau kata-kata dalam larik dan
bait. Sedangkan irama (ritme) adalah pergantian tinggi rendah, panjang pendek,
dan keras lembut ucapan bunyi. Timbulnya irama disebabkan oleh perulangan bunyi
secara berturut-turut dan bervariasi (misalnya karena adanya rima, perulangan
kata, perulangan bait), tekanan-tekanan kata yang bergantian keras lemahnya
(karena sifat-sifat konsonan dan vokal), atau panjang pendek kata. Dari sini
dapat dipahami bahwa rima adalah salah satu unsur pembentuk irama, namun irama
tidak hanya dibentuk oleh rima. Baik rima maupun irama inilah yang menciptakan
efek musikalisasi pada puisi, yang membuat puisi menjadi indah dan enak
didengar meskipun tanpa dilagukan.
Makna adalah unsur tujuan dari pemilihan kata,
pembentukan larik dan bait. Makna bisa menjadi isi dan pesan dari puisi
tersebut. Melalui makna inilah misi penulis puisi disampaikan.
Berikut ini merupakan beberapa pendapat mengenai
unsur-unsur puisi:
- Richards
(dalam Tarigan, 1986) mengatakan bahwa unsur puisi terdiri dari (1)
hakikat puisi yang melipuiti tema (sense), rasa (feeling),
amanat (intention), nada (tone), serta (2) metode puisi yang
meliputi diksi, imajeri, kata nyata, majas, ritme, dan rima.
- Waluyo
(1987) yang mengatakan bahwa dalam puisi terdapat struktur fisik atau yang
disebut pula sebagai struktur kebahasaan dan struktur batin puisi yang
berupa ungkapan batin pengarang.
- Altenberg
dan Lewis (dalam Badrun, 1989:6), meskipun tidak menyatakan secara jelas
tentang unsur-unsur puisi, namun dari outline buku mereka
bisa dilihat adanya (1) sifat puisi, (2) bahasa puisi: diksi, imajeri,
bahasa kiasan, sarana retorika, (3) bentuk: nilai bunyi, verifikasi,
bentuk, dan makna, (4) isi: narasi, emosi, dan tema.
- Dick
Hartoko (dalam Waluyo, 1987:27) menyebut adanya unsur penting dalam puisi,
yaitu unsur tematik atau unsur semantik puisi dan unsur sintaksis puisi.
Unsur tematik puisi lebih menunjuk ke arah struktur batin puisi, unsur
sintaksis menunjuk ke arah struktur fisik puisi.
- Meyer
menyebutkan unsur puisi meliputi (1) diksi, (2) imajeri, (3) bahasa
kiasan, (4) simbol, (5) bunyi, (6) ritme, (7) bentuk (Badrun, 1989:6).
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan
bahwa unsur-unsur puisi meliputi (1) tema, (2) nada, (3) rasa, (4) amanat, (5)
diksi, (6) imaji, (7) bahasa figuratif, (8) kata konkret, (9) ritme dan rima.
Unsur-unsur puisi ini, menurut pendapat Richards dan Waluyo dapat dipilah
menjadi dua struktur, yaitu struktur batin puisi (tema, nada, rasa, dan amanat)
dan struktur fisik puisi (diksi, imajeri, bahasa figuratif, kata konkret,
ritme, dan rima).
Berdasarkan pendapat Richards, Siswanto dan Roekhan
(1991:55-65) menjelaskan unsur-unsur puisi bisa dibedakan menjadi dua struktur,
yaitu struktur batin dan struktur fisik.
a. Struktur Batin Puisi
Struktur batin puisi, atau sering pula disebut sebagai
hakikat puisi, meliputi hal-hal sebagai berikut.
- Tema/makna
(sense); media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda
dengan makna, maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris,
bait, maupun makna keseluruhan.
- Rasa
(feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat
dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar
belakang sosial dan psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan,
agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia,
pengalaman sosiologis dan psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman
pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak
bergantung pada kemampuan penyairmemilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan
bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada wawasan,
pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk oleh latar
belakang sosiologis dan psikologisnya.
- Nada
(tone), yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan
dengan tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada
menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah,
menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca, dengan nada sombong,
menganggap bodoh dan rendah pembaca, dll.
- Amanat/tujuan/maksud
(itention); sadar maupun tidak, ada tujuan yang mendorong penyair
menciptakan puisi. Tujuan tersebut bisa dicari sebelum penyair
menciptakan puisi, maupun dapat ditemui dalam puisinya.
b. Struktur Fisik Puisi
Struktur fisik puisi, atau terkadang disebut pula
metode puisi, adalah sarana-sarana yang digunakan oleh penyair untuk
mengungkapkan hakikat puisi. Struktur fisik puisi meliputi hal-hal sebagai
berikut.
- Perwajahan
puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi
kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang
tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik.
Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi.
- Diksi,
yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya.
Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat
mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat
mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna,
keselarasan bunyi, dan urutan kata.
- Imaji,
yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman
indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat
dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan
(visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat
mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, mendengar, dan merasakan
seperti apa yang dialami penyair.
- Kata
kongkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan
munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang.
Misal kata kongkret “salju: melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup,
dll, sedangkan kata kongkret “rawa-rawa” dapat melambangkan tempat kotor,
tempat hidup, bumi, kehidupan, dll.
- Bahasa
figuratif, yaitu bahasa berkias yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek
dan menimbulkan konotasi tertentu (Soedjito, 1986:128). Bahasa figuratif
menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau
kaya akan makna (Waluyo, 1987:83). Bahasa figuratif disebut juga majas.
Adapaun macam-amcam majas antara lain metafora, simile, personifikasi,
litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme,
antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro
parte, hingga paradoks.
- Versifikasi,
yaitu menyangkut rima, ritme, dan metrum. Rima adalah persamaan bunyi pada
puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi. Rima mencakup (1)
onomatope (tiruan terhadap bunyi, misal /ng/ yang memberikan efek magis
pada puisi Sutadji C.B.), (2) bentuk intern pola bunyi (aliterasi,
asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak
berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi [kata], dan sebagainya [Waluyo,
187:92]), dan (3) pengulangan kata/ungkapan. Ritma adalah tinggi rendah,
panjang pendek, keras lemahnya bunyi. Ritma sangat menonjol dalam
pembacaan puisi.
- Gaya
bahasa, yaitu penggunaan bahasa yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek
dan menimbulkan konotasi tertentu. Bahasa figuratif menyebabkan puisi
menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna.
Gaya bahasa disebut juga majas. Adapaun macam-amcam majas antara lain
metafora,simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme,
repetisi, anafora,pleonasme, antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks,
satire, pars pro toto,totem pro parte, hingga paradoks.
- Rima/Irama
adalah persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris
puisi. Rima mencakup:
- Onomatope
(tiruan terhadap bunyi, misal /ng/ yang memberikan efek magis pada puisi
Sutadji C.B.)
- Bentuk
intern pola bunyi (aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal,
sajak berselang, sajak berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi [kata], dan
sebagainya
- Pengulangan
kata/ungkapan. Ritma merupakan tinggi rendah, panjang pendek, keras
lemahnya bunyi. Rima sangat menonjol dalam pembacaan puisi.
3. Jenis-Jenis Puisi
Menurut zamannya, puisi dibedakan atas puisi lama dan
puisi baru.
a. Puisi Lama
Puisi lama adalah puisi yang terikat oleh
aturan-aturan. Aturan-aturan itu antara lain :
- Jumlah
kata dalam 1 baris
- Jumlah
baris dalam 1 bait
- Persajakan
(rima)
- Banyak
suku kata tiap baris
- Irama
Ciri puisi lama:
- Merupakan
puisi rakyat yang tak dikenal nama pengarangnya.
- Disampaikan
lewat mulut ke mulut, jadi merupakan sastra lisan.
- Sangat
terikat oleh aturan-aturan seperti jumlah baris tiap bait, jumlah suku
kata maupun rima.
Jenis-jenis puisi lama:
- Mantra
adalah ucapan-ucapan yang dianggap memiliki kekuatan gaib.
- Pantun
adalah puisi yang bercirikan bersajak a-b-a-b, tiap bait 4 baris, tiap
baris terdiri dari 8-12 suku kata, 2 baris awal sebagai sampiran, 2 baris
berikutnya sebagai isi. Pembagian pantun menurut isinya terdiri dari
pantun anak, muda-mudi, agama/nasihat, teka-teki, jenaka.
- Karmina
adalah pantun kilat seperti pantun tetapi pendek.
- Seloka
adalah pantun berkait.
- Gurindam
adalah puisi yang berdirikan tiap bait 2 baris, bersajak a-a-a-a, berisi
nasihat.
- Syair
adalah puisi yang bersumber dari Arab dengan ciri tiap bait 4 baris,
bersajak a-a-a-a, berisi nasihat atau cerita.
- Talibun
adalah pantun genap yang tiap bait terdiri dari 6, 8, ataupun 10 baris.
b. Puisi Baru
Puisi baru bentuknya lebih bebas daripada puisi lama
baik dalam segi jumlah baris, suku kata, maupun rima.
Ciri-ciri Puisi Baru:
- Bentuknya
rapi, simetris;
- Mempunyai
persajakan akhir (yang teratur);
- Banyak
mempergunakan pola sajak pantun dan syair meskipun ada pola yang lain;
- Sebagian
besar puisi empat seuntai;
- Tiap-tiap
barisnya atas sebuah gatra (kesatuan sintaksis)
- Tiap
gatranya terdiri atas dua kata (sebagian besar): 4-5 suku kata.
Jenis-jenis Puisi Baru menurut isinya, puisi dibedakan
atas:
- Balada
adalah puisi berisi kisah/cerita. Balada jenis ini terdiri dari 3 (tiga)
bait, masing-masing dengan 8 (delapan) larik dengan skema rima
a-b-a-b-b-c-c-b. Kemudian skema rima berubah menjadi a-b-a-b-b-c-b-c.
Larik terakhir dalam bait pertama digunakan sebagai refren dalam bait-bait
berikutnya.
- Himne
adalah puisi pujaan untuk Tuhan, tanah air, atau pahlawan. Ciri-cirinya
adalah lagu pujian untuk menghormati seorang dewa, Tuhan, seorang
pahlawan, tanah air, atau almamater (Pemandu di Dunia Sastra). Sekarang
ini, pengertian himne menjadi berkembang. Himne diartikan sebagai puisi
yang dinyanyikan, berisi pujian terhadap sesuatu yang dihormati (guru,
pahlawan, dewa, Tuhan) yang bernapaskan ketuhanan.
- Ode
adalah puisi sanjungan untuk orang yang berjasa. Nada dan gayanya sangat
resmi (metrumnya ketat), bernada anggun, membahas sesuatu yang mulia,
bersifat menyanjung baik terhadap pribadi tertentu atau peristiwa umum.
- Epigram
adalah puisi yang berisi tuntunan/ajaran hidup. Epigram berasal dari
Bahasa Yunani epigramma yang berarti unsur pengajaran;
didaktik; nasihat membawa ke arah kebenaran untuk dijadikan pedoman,
ikhtibar; ada teladan.
- Romansa
adalah puisi yang berisi luapan perasaan cinta kasih. Berasal dari bahasa
Perancis Romantique yang berarti keindahan perasaan;
persoalan kasih sayang, rindu dendam, serta kasih mesra.
- Elegi
adalah puisi yang berisi ratap tangis/kesedihan. Berisi sajak atau lagu
yang mengungkapkan rasa duka atau keluh kesah karena sedih atau rindu,
terutama karena kematian/kepergian seseorang.
- Satire
adalah puisi yang berisi sindiran/kritik. Berasal dari bahasa Latin Saturayang
berarti sindiran; kecaman tajam terhadap sesuatu fenomena; tidak puas hati
satu golongan.
c. Puisi Kontemporer
Kata kontemporer secara umum bermakna
masa kini sesuai dengan perkembangan zaman atau selalu menyesuaikan dengan
perkembangan keadaan zaman. Selain itu, puisi kontemporer dapat diartikan
sebagai puisi yang lahir dalam kurun waktu terakhir. Puisi kontemporer berusaha
lari dari ikatan konvensional puisi iti sendiri. Puisi kontemporer seringkali
memakai kata-kata yang kurang memperhatikan santun bahasa, memakai kata-kata
makin kasar, ejekan, dan lain-lain. Pemakaian kata-kata simbolik atau lambing
intuisi, gaya bahasa, irama, dan sebagainya dianggapnya tidak begitu penting
lagi.
Tokoh-tokoh puisi kontemporer di Indonesia saat ini,
yaitu sebagai berikut:
- Sutardji
Calzoum Bachri dengan tiga kumpulan puisinya O, Amuk,
dan O Amuk Kapak
- Ibrahim
Sattah dengan kumpulan puisinya Hai Ti
- Hamid
Jabbar dengan kumpulan puisinya Wajah Kita
Puisi kontemporer dibedakan menjadi 3 yaitu
- Puisi
mantra adalah puisi yang mengambil sifat-sifat mantra. Sutardji Calzoum
Bachri adalah orang yang pertama memperkenalkan puisi mantra dalam puisi
kontemporer. Ciri-ciri mantra adalah:
- Mantra
bukanlah sesuatu yang dihadirkan untuk dipahami melainkan sesuatu yang
disajikan untuk menimbulkan akibat tertentu
- Mantra
berfungsi sebagai penghubung manusia dengan dunia misteri
- Mantra
mengutamakan efek atau akibat berupa kemanjuran dan kemanjuran itu
terletak pada perintah.
- Puisi
mbeling adalah bentuk puisi yang tidak mengikuti aturan. Aturan puisi yang
dimaksud ialah ketentuan-ketentuan yang umum berlaku dalam puisi. Puisi
ini muncul pertama kali dalam majalah Aktuil yang
menyediakan lembar khusus untuk menampung sajak, dan oleh pengasuhnya
yaitu Remy Silado, lembar tersebut diberi nama "Puisi Mbeling".
Kata-kata dalam puisi mbeling tidak perlu dipilih-pilih lagi. Dasar puisi
mbeling adalah main-main. Ciri-ciri puisi mbeling adalah mengutamakan
unsur kelakar; pengarang memanfaatkan semua unsur puisi berupa bunyi,
rima, irama, pilihan kata dan tipografi untuk mencapai efek kelakar tanpa
ada maksud lain yang disembunyikan (tersirat).
- Puisi
konkret adalah puisi yang disusun dengan mengutamakan bentuk grafis berupa
tata wajah hingga menyerupai gambar tertentu. Puisi seperti ini tidak
sepenuhnya menggunakan bahasa sebagai media. Di dalam puisi konkret pada
umumnya terdapat lambang-lambang yang diwujudkan dengan benda dan/atau
gambar-gambar sebagai ungkapan ekspresi penyairnya.
4. Menganalisis Puisi
Ada 2 teknik menganalisa puisi. Yaitu:
a. Menyebutkan tema
puisi
Tema puisi adalah dasar, jiwa, atau isu utama yang
menjadi pijakan terciptanya puisi. Tema puisi merupakan salah satu unsur
intrinsik puisi. Unsur intrinsik puisi adalah unsur-unsur yang ada dalam puisi,
baik tersurat maupun tersirat. Unsur-unsur tersebut, antara lain,tema, diksi,
rima, makna, dan amanat. Untuk memahami tema puisi, Anda harus memahami
unsur-unsur intrinsik puisi tersebut.
b. Menjelaskan makna
puisi
Makna puisi adalah arti atau maksud atau isi yang
terkandung dalam puisi yang dapat ditangkap oleh pembaca sesuai tingkat
pengalaman dan pengetahuannya. Oleh karena itu, makna puisi akan berbeda-beda
manakala penafsirnya tidak sama. Bahkan, bukan tidak mungkin akan bertolak
belakang. Dalam penafsiran, pasti akan ada unsur subjektivitas. Kedewasaan,
kemantapan pengalaman, dan pengetahuan penafsir akan menentukan mutu rumusan
makna puisi. Dengan demikian, hanya penyairnya yang tahu makna persis puisi
tersebut.
Beberapa hal yang berkaitan dengan apresiasi puisi
adalah pemahaman terhadap unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik puisi
meliputi tema, diksi, bait/larik, rima, makna, amanat. Adapun unsur
ekstrinsiknya adalah latar belakang penulis, keadaan masyarakat pada saat puisi
tersebut digubah, sosial, politik, adat, dan sebagainya.
5. Membaca Puisi
Membaca puisi merupakan salah satu cara yang dapat
ditempuh untuk mengapresiasi atau menghargai, menghayati, dan menikmatinya.
Dalam pembacaan puisi perlu diperhatikan lafal, tekanan/stres, intonasi, volume
suara, dan penampilan/performa yang mencakup gaya dan sikap (untuk pembacaan
yang disaksikan langsung atau di atas panggung).
·
Lafal adalah cara seseorang mengucapkan atau menuturkan bunyi bahasa. Jika
lafal seseorang baik, aka bunyi bahasa yang diucapkannya akan mudah dan jelas
ditangkap oleh pendengar.
·
Tekanan/stres/aksen adalah keras lembutnya pengucapan kata, kalimat, atau
baris dalam puisi. Maksud adanya aksentuasi adalah untuk menegaskan
bagian-bagian yang dirasa lebih penting daripada bagian lain.
·
Intonasi atau lagu kalimat adalah ketepatan tinggi rendah nada dalam
pembacaan puisi sehingga suara pembaca tidak monoton tetapi berirama. Intonasi
sebenarnya merupakan gabungan dari berbagai unsur, di antaranya nada, tempo,
irama/ritme, tekanan, dan volume suara.